Saturday, July 02, 2011

Aku dan Baliti (I)

Cerita ini merupakan catatan kecil ketika pertama kali saya ke Kabupaten Barito Utara, catatan yang telah usang tapi cukup menggelitik. karena ini merupakan tulisan yang bebas tanpa menggunakan kosa kata jelas bahkan tidak ada aturan dalam sisi penulisan.. inilah catatan pertama kali dalam beraktivitas di dunia NGO. selamat menikmati...


PERTAMA
Turun dari bis ternyata "menyegarkan" setelah kurang lebih 15 jam terombang - ambing di dalam bis yang sesak meskipun ber AC, kenapa sesak hal itu bisa dimaklumkan alasannya simpel bin mudah yaitu sopir mau tidak mau untuk memasukkan penumpang meski tidak ada tempat lagi. hanya untuk mendapatkan tambahan dalam membeli solar, bisa diketahui solar tidak mudah didapat karena peran SPBU yang sering terlihat angker karena kosong, sedangkan bos bis tidak mau tau mereka memberikan uang solar sesuai harga SPBU nah celakanya supir gak dapat solar ditempat angker itu ya bisa ditebak supir harus beli di eceran yang harganya mencapai Rp.15.000/liter.

Demi untuk menginjakkan kakiku di daerah Kabupaten Barito Utara saja memakan waktu yang melelahkan. aku berangkat dari kota Palangkaraya [Ibu Kota Provinsi] sekitar jam 15.00 dan sampai di Kecamatan Gunung Timang Kabupaten Barito Utara tepatnya Desa Kandui, suasana Desa dipagi ini ternyata menyegarkan bahkan perut yang berteman dengan cacing meronta untuk diisi pun tak terasa, mungkin bukan paginya yang nikmat tapi terbebas dari kekangan bis yang membuat lega!!

Ini kali ke tiga aku menginjakan kaki di daerah Kabupaten Barito Utara, dulu aku datang di desa yang berbeda tapi masih dalam kabupaten yang sama hanya ada nilai plus dalam kedatangan ku sekarang, karena ini pertama kali aku berangkat sendirian dan dipercaya oleh kawan-kawan untuk memfasilitasi pemetaan partisipatif untuk masyarakat dengan bermodal baju, alat2 pelatihan dan ilmu pemetaan partisipatif yang baru 3 hari lalu ku baca bukunya hehehehhe, dengan gagah aku melangkah ke sekretariat PAN kecamatan, loh knapa ke partai pikirku?? tapi otakku yang lain berkata bodoh kau kontak masyarkat yang bantu kau memang tinggal di sekretariat itu.

alhasil setelah teriak-teriak [kayak Demo MAHASISWA waktu nurunin harga BBM] ASSALAMMUALAIKUM 3 X... KULONUUWOON [gak ada yang ngerti]... SEPAAADDDAAAA.... akhirnya terbuka juga pintu berwarna biru tersebut, dengan senyum simpul dan mata yang merah baru bangun tidur si kontak [aku nyebutnya kontak supaya sedikit ada misterinya] akhirnya berbicara "datang juga kamu dim, ayo masuk kita ngopi dulu". hidup memang menyenangkan bangun tidur langsung ngopi klo perlu ada pisang gorengnya pak..

setelah istirahat sekitar 2 - 3 jam kami melanjutkan perjalanan menuju desa yang akan melakukan pelatihan tersebut, Desa yang dituju bernama Desa Baliti berada di pinggiran sungai montalat jarak dari kandui sebentar saja karena sudah ada jalur darat. Tidak lebih dari 45 menit kami sampai di tujuan "Desa yang sepi" itu komentarku pertama kali. desa ini mengalami konflik dengan perkebunan kelapa sawit PT. AGU [MAKIN GROUP] dari tahun 2003, sama seperti desa - desa di KALTENG pada umumnya setiap ada perkebunan skala besar selalu ad konflik tanah.

kebetulan ada acara adat di desa tersebut sehingga warga desa sedang berkumpul di salah satu rumah yang melakukan upacara adat "wajar jalan masuk ke desa sepi, ramenya cuman disatu titik". Akupun menuju tempat warga yang ada acara seperti yang sudah-sudah kopi selalu melingkari tempat duduk ku kenapa bukan minuman tradisional tuak atau arak?? tuan rumah takut aku tidak bisa minum jadi ya di keluarin kopi terus [ternyata mabuk juga kebanyakan kopi], mencret adalah penyakit pertamaku di desa baliti.

banyak tatapan curiga mengarah padaku, entah karena aku orang baru atau gayaku yang terlihat aneh, masyarakat yang lain bawa parang cuman aku yang hanya make tas pinggang terkecuali bandar dadu gurak, mereka juga make tas pinggang yang isinya duit banyak sedangkan tas ku isinya kwitansi selama perjalanan [maklum buat laporan ntar], upacara adat di sini dihiasi dengan judi dadu dan saung ayam serta minuman tuak, sukurnya mereka yang minum kontrol meski bukan alat vitral kekeke.

setelah koordinasi dengan orang-orang yang menyiapkan tetek bengek pelatihan dan menanyakan kesiapan pelatihan, akhirnya ada kesempatan untuk sedikit jalan-jalan ke desa lainnya.. aku jalan ke Desa Walur melihat-lihat suasana daerah tersebut, mayoritas masyarakat memeluk agama islam dan bersuku dayak Bakumpai berbeda dengan desa Balita yang mayopritas beragama kristen dan kaharingan dan bersuku dayak Tawoyan.. untuk alam desa baliti dan desa walur tidak jauh beda, masyarakatnya pun tidak jauh beda mereka adalah petani karet, ada juga yang berladang, sawah, mencari ikan.

besoknya sibuk pertemuan dengan perangkat desa.. klo tidak salah hari itu hari jum'at soalnya gak sholat jum'at [gak nemu masjid bos hehehehe], pertemuan berjalan lancar meski kepala desa yidak ada di tempat, semua perangkat sebagian besar setuju dengan akan diadakannya pelatihan tersebut cman sayang mereka tidak bisa memastikan kapan bisa dilaksanakan alasannya simpel nunggu pjs. kades yang memutuskan..

Akhirnya Pada tanggal 31 mei 2008, perkenalan dengan Pjs. Kepala Desa Baliti yang saat ini masih dijabat mantan Sekdes [Sidianto] tercapai juga, pertemuan berlangsung dirumah yang bersangkutan. Pertemuan di fasilitasi oleh 2 [dua] orang BPD yang bernama Tera dan Lija, ketika pertemuan berlangsung Pjs. Sangat tertarik atas usulan dari masyarakatnya untuk melakukan pelatihan pemetaan partisipatif hanya saja beliau belum berani mengambil keputusan dengan alasan baru menjabat sebagai Pjs. Sehingga di perlukan konsultasi dengan Kecamatan dan sehingga beliau meminta waktu hingga senin sore.
dalam kesempatan itu iseng-iseng saya menanyakan kondisi desa dan apakah ada permasalahan batas dengan desa tetangga Berdasarkan informasi dari Pjs. Kepala Desa Baliti, saat ini tidak ada masalah dengan batas desa Walur tetapi sedikit ada perbedaan persepsi batas dengan desa Majangkan, untuk peta batas desa baliti dulu memiliki peta tetapi ketika kepengurusan Kepala Desa Anisran periode 1992 – 2003 Peta tersebut telah berpindah tangan entah kemana [raib], sedangkan masa kepengurusan kades Kompanye periode 2003 – 2007 Peta Batas Desa Baliti tersebut tidak di urus.

bersambung..........

10 Rahasia Sukses Orang Jepang

1. Kerja Keras

Sudah menjadi rahasia umum bahwa bangsa Jepang adalah pekerja keras. Rata-rata jam kerja pegawai di Jepang adalah 2450 jam/tahun, sangat tinggi dibandingkan dengan Amerika (1957 jam/tahun), Inggris (1911 jam/tahun), Jerman (1870 jam/tahun), dan Perancis (1680 jam/tahun).

Seorang pegawai di Jepang bisa menghasilkan sebuah mobil dalam 9 hari, sedangkan pegawai di negara lain memerlukan 47 hari untuk membuat mobil yang bernilai sama.

Seorang pekerja Jepang boleh dikatakan bisa melakukan pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh 5-6 orang. Pulang cepat adalah sesuatu yang boleh dikatakan “agak memalukan” di Jepang, dan menandakan bahwa pegawai tersebut termasuk “yang tidak dibutuhkan” oleh perusahaan.



2. Malu

Malu adalah budaya leluhur dan turun temurun bangsa Jepang. Harakiri (bunuh diri dengan menusukkan pisau ke perut) menjadi ritual sejak era samurai, yaitu ketika mereka kalah dan pertempuran.

Masuk ke dunia modern, wacananya sedikit berubah ke fenomena “mengundurkan diri” bagi para pejabat (mentri, politikus, dsb) yang terlibat masalah korupsi atau merasa gagal menjalankan tugasnya.

Efek negatifnya mungkin adalah anak-anak SD, SMP yang kadang bunuh diri, karena nilainya jelek atau tidak naik kelas.

Karena malu jugalah, orang Jepang lebih senang memilih jalan memutar daripada mengganggu pengemudi di belakangnya dengan memotong jalur di tengah jalan. Mereka malu terhadap lingkungannya apabila mereka melanggar peraturan ataupun norma yang sudah menjadi kesepakatan umum.



3. Hidup Hemat

Orang Jepang memiliki semangat hidup hemat dalam keseharian. Sikap anti konsumerisme berlebihan ini nampak dalam berbagai bidang kehidupan.

Di masa awal mulai kehidupan di Jepang, mungkin kita sedikit heran dengan banyaknya orang Jepang ramai belanja di supermarket pada sekitar jam 19:30.

Selidik punya selidik, ternyata sudah menjadi hal yang biasa bahwa supermarket di Jepang akan memotong harga sampai separuhnya pada waktu sekitar setengah jam sebelum tutup. Seperti diketahui bahwa Supermarket di Jepang rata-rata tutup pada pukul 20:00.



4. Loyalitas

Loyalitas membuat sistem karir di sebuah perusahaan berjalan dan tertata dengan rapi. Sedikit berbeda dengan sistem di Amerika dan Eropa, sangat jarang orang Jepang yang berpindah-pindah pekerjaan.

Mereka biasanya bertahan di satu atau dua perusahaan sampai pensiun. Ini mungkin implikasi dari Industri di Jepang yang kebanyakan hanya mau menerima fresh graduate, yang kemudian mereka latih dan didik sendiri sesuai dengan bidang garapan (core business) perusahaan.



5. Inovasi

Jepang bukan bangsa penemu, tapi orang Jepang mempunyai kelebihan dalam meracik temuan orang dan kemudian memasarkannya dalam bentuk yang diminati oleh masyarakat.

Menarik membaca kisah Akio Morita yang mengembangkan Sony Walkman yang melegenda itu. Cassete Tape tidak ditemukan oleh Sony, patennya dimiliki oleh perusahaan Phillip Electronics.

Tapi yang berhasil mengembangkan dan membundling model portable sebagai sebuah produk yang booming selama puluhan tahun adalah Akio Morita, founder dan CEO Sony pada masa itu.

Sampai tahun 1995, tercatat lebih dari 300 model walkman lahir dan jumlah total produksi mencapai 150 juta produk.

Teknik perakitan kendaraan roda empat juga bukan diciptakan orang Jepang, patennya dimiliki orang Amerika. Tapi ternyata Jepang dengan inovasinya bisa mengembangkan industri perakitan kendaraan yang lebih cepat dan murah.



6. Pantang Menyerah

Sejarah membuktikan bahwa Jepang termasuk bangsa yang tahan banting dan pantang menyerah. Puluhan tahun dibawah kekaisaran Tokugawa yang menutup semua akses ke luar negeri, Jepang sangat tertinggal dalam teknologi.

Ketika restorasi Meiji (meiji ishin) datang, bangsa Jepang cepat beradaptasi dan menjadi fast-learner. Kemiskinan sumber daya alam juga tidak membuat Jepang menyerah.

Tidak hanya menjadi pengimpor minyak bumi, batubara, biji besi dan kayu, bahkan 85% sumber energi Jepang berasal dari negara lain termasuk Indonesia . Kabarnya kalau Indonesia menghentikan pasokan minyak bumi, maka 30% wilayah Jepang akan gelap gulita.

Rentetan bencana terjadi di tahun 1945, dimulai dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki , disusul dengan kalah perangnya Jepang, dan ditambah dengan adanya gempa bumi besar di Tokyo, ternyata Jepang tidak habis.

Dalam beberapa tahun berikutnya Jepang sudah berhasil membangun industri otomotif dan bahkan juga kereta cepat (shinkansen) .

Mungkin cukup menakjubkan bagaimana Matsushita Konosuke yang usahanya hancur dan hampir tersingkir dari bisnis peralatan elektronik di tahun 1945 masih mampu merangkak, mulai dari nol untuk membangun industri sehingga menjadi kerajaan bisnis di era berikutnya.

Akio Morita juga awalnya menjadi tertawaan orang ketika menawarkan produk Cassete Tapenya yang mungil ke berbagai negara lain. Tapi akhirnya melegenda dengan Sony Walkman-nya.

Yang juga cukup unik bahwa ilmu dan teori dimana orang harus belajar dari kegagalan ini mulai diformulasikan di Jepang dengan nama shippaigaku (ilmu kegagalan).



7. Budaya Baca

Jangan kaget kalau Anda datang ke Jepang dan masuk ke densha (kereta listrik), sebagian besar penumpangnya baik anak-anak maupun dewasa sedang membaca buku atau koran.

Tidak peduli duduk atau berdiri, banyak yang memanfaatkan waktu di densha untuk membaca. Banyak penerbit yang mulai membuat man-ga (komik bergambar) untuk materi-materi kurikulum sekolah baik SD, SMP maupun SMA.

Pelajaran Sejarah, Biologi, Bahasa, dsb disajikan dengan menarik yang membuat minat baca masyarakat semakin tinggi. Budaya baca orang Jepang juga didukung oleh kecepatan dalam proses penerjemahan buku-buku asing (bahasa inggris, perancis, jerman, dsb).

Konon kabarnya legenda penerjemahan buku-buku asing sudah dimulai pada tahun 1684, seiring dibangunnya institute penerjemahan dan terus berkembang sampai jaman modern. Biasanya terjemahan buku bahasa Jepang sudah tersedia dalam beberapa minggu sejak buku asingnya diterbitkan.



8. Kerjasama Kelompok

Budaya di Jepang tidak terlalu mengakomodasi kerja-kerja yang terlalu bersifat individualistik. Termasuk klaim hasil pekerjaan, biasanya ditujukan untuk tim atau kelompok tersebut.

Fenomena ini tidak hanya di dunia kerja, kondisi kampus dengan lab penelitiannya juga seperti itu, mengerjakan tugas mata kuliah biasanya juga dalam bentuk kelompok.

Kerja dalam kelompok mungkin salah satu kekuatan terbesar orang Jepang. Ada anekdot bahwa “1 orang professor Jepang akan kalah dengan satu orang professor Amerika, namun 10 orang professor Amerika tidak akan bisa mengalahkan 10 orang professor Jepang yang berkelompok”.

Musyawarah mufakat atau sering disebut dengan “rin-gi” adalah ritual dalam kelompok. Keputusan strategis harus dibicarakan dalam “rin-gi”.



9. Mandiri

Sejak usia dini anak-anak dilatih untuk mandiri. Bahkan seorang anak TK sudah harus membawa 3 tas besar berisi pakaian ganti, bento (bungkusan makan siang), sepatu ganti, buku-buku, handuk dan sebotol besar minuman yang menggantung di lehernya.

Di Yochien setiap anak dilatih untuk membawa perlengkapan sendiri, dan bertanggung jawab terhadap barang miliknya sendiri. Lepas SMA dan masuk bangku kuliah hampir sebagian besar tidak meminta biaya kepada orang tua.

Biasanya mereka mengandalkan kerja part time untuk biaya sekolah dan kehidupan sehari-hari. Kalaupun kehabisan uang, mereka “meminjam” uang ke orang tua yang nantinya akan mereka kembalikan di bulan berikutnya.



10. Jaga Tradisi & Menghormati Orang Tua

Perkembangan teknologi dan ekonomi, tidak membuat bangsa Jepang kehilangan tradisi dan budayanya. Budaya perempuan yang sudah menikah untuk tidak bekerja masih ada dan hidup sampai saat ini.

Budaya minta maaf masih menjadi reflek orang Jepang. Kalau suatu hari Anda naik sepeda di Jepang dan menabrak pejalan kaki, maka jangan kaget kalau yang kita tabrak malah yang minta maaf duluan.

Sampai saat ini orang Jepang relatif menghindari berkata “tidak” apabila mendapat tawaran dari orang lain. Jadi kita harus hati-hati dalam pergaulan dengan orang Jepang karena “hai” belum tentu “ya” bagi orang Jepang.

Pertanian merupakan tradisi leluhur dan aset penting di Jepang. Persaingan keras karena masuknya beras Thailand dan Amerika yang murah, tidak menyurutkan langkah pemerintah Jepang untuk melindungi para petaninya.

Kabarnya tanah yang dijadikan lahan pertanian mendapatkan pengurangan pajak yang signifikan, termasuk beberapa insentif lain untuk orang-orang yang masih bertahan di dunia pertanian. Pertanian Jepang merupakan salah satu yang tertinggi di dunia.

Tuesday, June 28, 2011

CSR DAPAT MENCIPTAKAN KEMANDIRIAN MASYARAKAT

Coorporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan seharusnya dapat menciptakan kemandirian masyarakat yang berada disekitar perusahaan, hal itu diugkapkan tokoh masyarakat dan Dosen Sosiologi Universitas Palangka Raya (Unpar), DR. Sidik Rahman Usop di Palangka Raya.

Menurutnya, dengan mekanisme CSR perusahaan dapat mengembangkan ekonomi kreatif masyarakat, dimana perusahaan dapat berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai kebutuhan dan keahlian mereka.

“Hal tersebut merupakan tanggung jawab perusahaan sebagai pengelola kawasan dan sebagai upaya perusahaan untuk menghilangkan rasa ketergantungan masyarakat terhadap mereka, karena ketika suatu masyarakat sudah terlalu tergantung maka akan menyebabkan hilangnya rasa kemandirian dan upaya untuk berkembang,” terangnya.

Sayangnya, dia menambahkan, minimnya pemahaman yang diterapkan dalam konsep-konsep CSR oleh perusahaan baik swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN), menganggap bahwa konsep tersebut merupakan beban pengeluaran dan dalam penerapannya bukan strategi bisnis perusahaan.

“Pola pikir tersebutlah yang harus diubah oleh perusahaan, agar masyarakat yang berada disekitar perusahaan bukan merupakan beban yang harus dilupakan karena dianggap tidak menguntungkan mereka,” jelasnya.

Disisi lain, Direktur Yayasan JARI Indonesia Kalimantan Tengah (Kalteng), Linggarjati, mengatakan, CSR merupakan kepedulian perusahaan yang didasari tiga prinsip dasar dikenal dengan istilah Triple Bottom Lines, yakni Keuntungan (Profit), Masyarakat (People) dan Bumi (Planet).

Dimana, profit bertujuan untuk tetap berorientasi untuk mencari keuntungan ekonomi yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang. People yaitu perusahaan harus memiliki keperduliannya terhadap kesejahteraan manusia atau masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut.

“Perusahaan dapat melakukan pemberian beasiswa bagi pelajar disekitar perusahaan, pendirian sarana pendidikan dan kesehatan, penguatan ekonomi lokal, bahkan merancang berbagai skema perlindungan sosial bagi warga setempat,” ungkapnya.

Selanjutnya adalah planet,yaitu perusahaan perduli terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan keanekaragaman hayati agar tidak terjadi kerusakan lingkungan dilokasi konsesi mereka perusahaan itu, terangnya.


Mengutip Prahalad dalam buku Competing For The Future, linggar mengatakan, “CSR adalah bisnis inti (core business) dan bukan kegiatan atau pekerjaan tambahan (extra works), sebagai bisnis inti CSR harus difasilitasi dan di support sepenuhnya bagi para pelaku bisnis.”

Catatan : Tulisan ini pernah terbit di Media Radar Sampit (Group Jawa Pos) pada
22/3/2011.

Aldebaran Ahmad Pradipta

Aldebaran (α Tau, α Tauri, Alpha Tauri) adalah bintang paling terang dalam rasi Taurus dan salah satu bintang paling terang dalam langit malam. Aldebaran merupakan bintang yang paling mudah ditemukan di langit, dengan diameter 44.2 kali lebih besar dari diameter Matahari. Nama Aldebaran berasal dari bahasa Arab yang berarti "pengikut", karena bintang ini terlihat mengikuti Pleiades di langit. Karena lokasinya berada di kepala Taurus, bintang ini dijuluki sebagai Bull's Eye. (wikipedia)

Aḥmad (bahasa Arab: أحمد, transliterasi Ahmad, Ahmed), adalah sebuah nama dalam bahasa Arab yang berarti "sangat terpuji". Kata ini berasal dari akar kata trikonsonantal H-M-D ("puji"), arti implikasinya ialah "seseorang yang selalu berterima-kasih kepada Tuhan". Ahmad adalah nama lain dari Muhammad, salah seorang nabi dalam agama Islam. (Wikipedia)

Sedangkan Pradipta berasal dari bahasa sansekerta yang dapat diartikan "yang bercahaya"

Ketika ketiga nama-nama tersebut digabungkan maka dapat diartikan "Pengikut Nabi Muhammad yang bercahaya". itulah nama anak saya yang lahir pada tanggal 28 April 2011, seorang anak yang dititipkan oleh Allah SWT kepada kami untuk dijaga sebaik-baiknya.

Aldebaran Ahmad Pradipta dilahirkan dengan berat badan yang standar 2.6 Kg dengan panjang 49 cm. dalam kondisi yang sangat sehat dengan proses kelahirannya yang normal.

Dalam jangka waktu dua bulan Dede Al (itu yang biasa saya dan istri panggil ke dia) beratnya telah mencapai 5,6 kg, semakin hari dede al semakin terlihat tampan, banyak doa yang kami berikan agar kami dapat membesarkannya dengan baik sehingga menjadi sosok manusia yang baik pula.. Amien