Sunday, July 03, 2011

KEBIJAKAN PEMERINTAH MENYEBABKAN KETIDAKPASTIAN TENURIAL DI PLG

Palangka Raya, 30/9- Organisasi Non-pemerintah (Ornop) Mitra Lingkungan Hidup (Mitra LH) Kalimantan Tengah (Kalteng) mengatakan, penyebab ketidakpastian tenurial di kawasan pengembangan lahan gambut (PLG) karena kebijakan pemerintah.

"Kami telah melakukan studi tenurial atau persoalan ketidakpastian penguasaan lahan, berdasarkan hasil studi tersebut peran kebijakan pemerintahlah yang menyebabkan ketidakpastian itu," kata Direktur Mitra LH, Kussaritano di Palangka Raya, Kamis.

Menurutnya, penyebab utama dari ketidak pastian tenurial tersebut dikarenakan kebijakan pemerintah baik dari pusat maupun daerah maupun daerah menyangkut penguasaan lahan dan sumber-sumber alam yang tumpang tindih.

Kebijakan pemerintah atas lahan dan sumber-sumber alam pada dasarnya mengatur siapa yang boleh memanfaatkan apa, bagaimana prosesnya, untuk kepentingan apa, di mana, dengan cara apa, dalam jangka waktu berapa lama.

Dengan demikian, dia menambahkan, kebijakan ini bertujuan mengatur praktek relasi antara satu orang dengan orang lainnya terkait dengan penguasaan dan pemanfaatan lahan dan sumber-sumber alam di suatu kawasan atau wilayah.

Tetapi berdasarkan hasil studi tersebut, kebijakan pemerintah menjadi salah satu penyebab ketidakpastian tenurial dimana terlanggarnya hak-hak dari warga masyarakat yang sebelumnya telah menguasai dan memanfaatkan lahan dan sumber daya alam (SDA) di kawasan itu, baik secara individu maupun kelompok, ucapnya.

Menurutnya, banyak kebijakan yang dibuat pemerintah yang tumpang tindih dan dilaksanakan secara tidak konsisten.

Selain itu, kebijakan yang dibuat kadangkala berubah-ubah atau tidak pasti, bertolak belakang antara satu aturan dengan aturan lainnya.

Dia memberikan contoh, "tentang sengketa terkait dengan kebijakan penataan ruang dimana terjadi ketidakpastian tenurial di Kawasan PLG terkait dengan sengketa antara Kemenhut dan pemerintah daerah Kalteng tentang usulan RTRWP Kalteng."
Cotoh lainnya yaitu dengan terbitnya Inpres nomor 2 tahun 2007, dimana setiap sektor pemerintah membuat rancangan kebijakan pemanfaatan ruang tanpa disertai konsultasi yang memadai dengan sektor lainnya, baik dengan pemerintah daerah terkait maupun masyarakat setempat.

Belum lagi dengan terbitnya ijin-ijin perkebunan skala besar dan tambang di kawasan PLG, dimana hal tersebut akhirnya menyebabkan terjadinya sebuah sengketa lahan antara masyarakat dengan investor, terangnya.

Berbagai sengketa terkait akses, kontrol, penguasaan, dan kepemilikan lahan dan SDA adalah akar masalah dari ketidakpastian tenurial di kawasan PLG.

"Sengketa itu dipicu oleh kebijakan pemerintah yang tumpang tindih, bias sektor tertentu, bertolak belakang dan tidak memberikan perlindungan memadai pada pihak yang posisinya tidak beruntung secara ekonomi, sosial, dan politik," ungkapnya.